TUGAS KULIAH ADMINISTRASI PEMBANGUNAN STUDI KASUS PENDIDIKAN DI INDONESIA

PENDIDIKAN DI INDONESIA

1.     Feel need and Real need
Ø  Feel need :
-          Pendidikan di Indonesia terpuruk
Pendidikan di Indonesia masih tertinggal, bahkan terpuruk. Padahal pendidikan adalah pilar untuk pembangunan nasional.Untuk membenahinya, arah pendidikan nasional masih perlu ditata.Hal ini disampaikan oleh Wapres Hamzah Haz saat melakukan kunjungan kerja Pondok Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya, Selasa (29\/6\/2004). Di depan ribuan santri dan pengasuh pondok pesantren itu, Wapres mengingatkan bahwa keterpurukan dunia pendidikan di Indonesia ini juga tidak terlepas dari kurangnya dana yang dialokasikan pemerintah.


Ø  Real need :
-          Akses pendidikan di Indonesia belum merata.
Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69. Indonesia kalah dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34).akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian, lebih dari 1,5 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54 persen guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan dan 13,19 persen bangunan sekolah dalam kondisi perlu diperbaiki.
“Sekretaris Jenderal Gerakan Indonesia Pintar (GIP), Alpha Amirrachman PhD, mengatakan  “Akses pendidikan belum merata, tak semua anak yang berusia sekolah biasmengenyam pendidikan yang layak"Dia menjelaskan kurang lebih 2,5 juta anak yang terdiri 600.000 anak usia sekolah dasar dan 1,9 juta anak usia sekolah menengah pertama tidak bisa melanjutkan sekolah.
-          Jumlah masyarakat buta huruf masih tinggi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan sebanyak 6,2 juta masyarakat Indonesia masih menyandang buta huruf atau aksara. Mereka umumnya perempuan dan berada di daerah padat penduduk. Menurut Mantan Ibu Negara, Ani Yudhoyonofaktor pendidikan menjadi salah satu penyebab yang kemiskinan di daerah tersebut.
Berdasarkan data yang dimiliki, penyandang buta huruf di Indonesia tersebar di 27 Kabupaten dengan penduduk yang cukup padat seperti, Jember Jawa Timur, Madura, Papua, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Karawang, Jawa Barat. Saat ini ada penurunan sekitar 3% jumlah penyandang buta huruf bila dibandingkan tahun sebelumnya.
-Kualitas Pembelajaran belum Maksimal
Kualitas pembelajaran di Indonesia dinilai masih belum baik diukur dengan proses pembelajaran ataupun hasil belajar siswa. Berbagai studimengungkapkan bahwa proses pembelajaran di kelas umumnya tidak berjalansecara interaktif sehingga tidak dapat menumbuhkan kreativitas dan dayakritis, dan kemampuan analisis siswa. Selama ini kompetensi sebagai hasil daripembelajaran yang sangat penting untuk diukur dan dimiliki siswa justrukurang diperhatikan. Hasil belajar siswa juga masih belum menggembirakan.
Pada Ujian Nasional (UN) tahun 2013, hanya sekitar 56 siswa SMP/MTs dan66% siswa SMA/SMK/MA yang mencapai batas minimal nilai UN murni. Selainitu, hasil UN masih sangat senjang baik dilihat secara antarsiswa,antarsekolah, maupun antardaerah di samping mengindikasikan terjadinyakesenjangan gender.Capaian mutu pendidikan Indonesia yang masih jauh di bawah capaian negaramaju atau bahkan di bawah negara-negara tetangga Indonesia menjadicatatan dalam pembenahan mutu pendidikan di Indonesia. Nilai PISAMatematika tahun 2012 menunjukan rata-rata capaian kompetensi siswaIndonesia berada pada level 1. Kondisi ini mendudukkan Indonesia di bawahSingapura, Malaysia, Thailand, atau bahkan Vietnam.
                        (RenstraKemdikbud2015-2019.pdf)
-          Rendahnya Mutu Kemahiran Membaca dan Semakin Punahnya PenggunaanBahasa dan Sastra Daerah
Rendahnya mutu kemahiran membaca siswa di Indonesia ditunjukkan antaralain, survei PISA Tahun 2012 dengan perolehan nilai sebesar 396. PosisiIndonesia di bawah nilai rata-rata Malaysia (398) dan Thailand (441). Kendala peningkatan mutu kemahiran membaca siswa dipengaruhi oleh kompetensipendidik, standar mutu penggunaan bahasa pembelajaran, sistempembelajaran, dan sumber daya pembelajaran bahasa dan sastra. Lebihlanjut, studi USAID (2014) menunjukkan bahwa rata-rata 47,2% murid kelas 1dan 2 di Indonesia yang siap naik kelas 3 karena membaca lancar dan paham artinya. Sisanya sebanyak (i) 26,3% meski membaca lamban namun mengertiarti bacaan (ii) 20.7% tergolong pemula yakni gabungan pembaca lancar danlamban namun tidak mengerti artinya; dan (iii) 3% tergolong non-pembaca(non-reader) karena walau telah dua tahun bersekolah, mereka belummengenal huruf. Secara nasional, kemampuan membaca murid rendah yangdiperparah oleh kondisi lebarnya ketimpangan literasi antara wilayah baratdan wilayah timur Indonesia serta antara perkotaan dan pedesaan di dalamkabupaten.
(RenstraKemdikbud2015-2019.pdf)
2.     Conceptualization
Berikut beberapa data mengenai hasil buruk yang dicapai dunia pendidikan Indonesia pada beberapa tahun terakhir.
a.        Sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimalpendidikan. 
b.      Nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5. Padahal, nilai standar kompetensi guru adalah 75. 
c.       Indonesia masuk dalam peringkat 40 dari 40 negara, pada pemetaan kualitas pendidikan, menurut lembaga The Learning Curve. 
d.      Dalam pemetaan di bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di peringkat 49, dari 50 negara yang diteliti.
e.        Pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64, dari 65 negara yang dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), pada tahun 2012. Anies mengatakan, tren kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan PISA pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan. 
f.       Indonesia menjadi peringkat 103 dunia, negara yang dunia pendidikannya diwarnai aksi suap- menyuap dan pungutan liar. Selain itu, Anies mengatakan, dalam dua bulan terakhir, yaitu pada Oktober hingga November, angka kekerasan yang melibatkan siswa di dalam dan luar sekolah di Indonesia mencapai 230 kasus.(http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/01/13455441/Anies.Baswedan.Sebut.Pendidikan.Indonesia.Gawat.Darurat?utm_source=news&utm_medium=bp-kompas&utm_campaign=related&)
g.      Rendahnya jaminan kualitas pelayanan pendidikan. Sampai dengan tahun 2013 sebanyak 68,7% SD/MI dan 62,5% SMP/MTsterakreditasi minimal B. Hal itu menunjukkan bahwa kualitas layananpendidikan dasar masih rendah, sedangkan di sisi lain kualitas layananpendidikan menengah belum merata antara SMA dan SMK. Saat inisebanyak 73,5% SMA/MA sudah terakreditasi minimal B sementara hanya48,2% kompetensi keahlian SMK berakreditasi minimal B. Penyebab utamarendahnya kualitas layanan pendidikan dasar dan menengah berkaitandengan terbatasnya pemahaman sekolah akan kewajiban untuk memenuhiStandar Nasional Pendidikan (SNP). Di samping itu, peningkatan mutulayanan pendidikan belum dirancang berdasarkan proses penjaminan mutupendidikan sehingga mutu pembelajaran sering tidak tepat sasaran dantidak sesuai dengan kebutuhan sekolah.
h.      Lemahnya pelaksanaan kurikulum. Penerapan Kurikulum 2013 secara cukup masif pada tahun 2014 secaraberdampingan dengan Kurikulum 2006, menimbulkan beberapa masalah.Kurikulum 2013 dinilai sebagian pihak belum cukup dikaji dan belummengalami uji coba yang memadai untuk diterapkan secara demikianmasif. Masalah bertambah karena keterbatasan materi ajar serta masihrendahnya pemahaman pendidik, kepala sekolah, dan orang tua. Olehkarena itu, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadappelaksanaan Kurikulum 2013.
i.        Lemahnya sistem penilaian pendidikan. Sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan terpercaya belumsepenuhnya terbangun. Hal ini antara lain dapat dilihat dari belum adanya:(i) keandalan dan kesahihan sistem ujian nasional; (ii) minimnya upayauntuk memperkuat lembaga penilaian pendidikan yang independen; (iii)belum adanya peninjauan ulang atas peran, struktur, dan sumber dayapusat penilaian pendidikan; (iv) belum dimanfaatkannya hasil pemantauancapaian belajar siswa sebagai informasi peningkatan kualitas pembelajaransecara berkesinambungan; serta (v) terbatasnya kemampuan pendidikdalam memberikan penilaian formatif.
(RenstraKemdikbud2015-2019.pdf)

Sehingga yang menjadi permasalahan utama pendidikan di Indonesia adalah kurangnya akses pendidikan dan sarana serta prasarana sekolah yang belum memadai.
3.     Formulatization of  Political Decision
Jokowi-JK dalam kampanye Pilres menyebutkan 66 janji yang diantaranya menyangkut masalah pendidikan di Indonesia. Diantaranya:
a.      Jokowi janji beri berapapun anggaran pendidikan
Dalam debat capres kedua tentang Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, capres Prabowo Subianto bertanya kepada capres Jokowi tentang anggaran untuk investasi pendidikan sebesar 40 triliun. Prabowo bertanya apakah jokowi seyuju dengan anggaran sebesar itu? Jokowi menjawab, “ Jadi berapapun (anggaran) yang dibutuhkan untuk investasi pendidikan kedepan, apalagi Cuma Rp. 40 triliun, asal efisiensi bidang kelistrikan bisa beralih menggunakan gas, batu bara, itu kami hitung bisa menghemat Rp.70 triliun”
“Sehingga pendidikan menjadi fokus utama kami agar Indonesia memiliki manusia-manusia dengan produktivitas tinggi. Agar kekayaan alam kita kelola warga Indonesia sendiri, itu bari bisa dilakukan dengan syarat masyarakat memiliki pendidikan tinggi”
b.      Jokowi janji hapus ujian nasional
Saat menghadiri Lokakarya Peningkatan Kualitas Guru di Hermes Palace di Kota Medan, Sumatra Utara, Selasa ( 10/6/2014), Jokowi menegaskan sistem UN akan dirombak jika terpilih sebagai presiden. UN akan ditiadakan dan diganti dengan pendidikan karakter, etika, dan budi pekerti. “ Inilah rovolusi mental. Untuk SD 80% budi pekerti, 20% pengetahuan. SMP 60% budi pekerti, 40% pengetahuan. Di SMA baru 20%-80%,” ujarnya.
c.       Membantu meningkatkan mutu pendidikan pesantren guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional dan Menigkatkan kesejahteraan guru-guru pesantren sebagai bagian komponen pendidik bangsa.
“Jika kami terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, kami berkomitmen untuk menjalankan program-program nyata,” kata Jokowi membacakan 9 programnya.
Nomor 8 dari program tersebut berisi, Membantu meningkatkan mutu pendidikan pesantren guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Meningkatkan kesejahteraan guru-guru pesantren sebagai bagian komponen pendidik bangsa. Dan nomor 9 dari program tersebut berisi, Mewujudkan pendidikan seluruh warga negara termasuk anak petani, nelayan, butuh termasuk difabel dan elemen masyarakat lain melalui Kartu Indonesia Pintar.
d.      Meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembenahan tenaga pengajar yang punya kemampuan merata diseluruh Nusantara
Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) menggelar debat cawapres antara Hatta Rajasa dengan Jusuf Kalla ( JK ). Tema debat yang diangkat mengenai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek).
JK fokus terhadap pemerataan tenaga pendidik di seluruh Indonesia.Ia ingin kualitas pendidikan dibenahi dari tenaga pengajar yang punya kemampuan merata diseluruh Nusantara.
Dia juga berkomitmen akan menghargai para tenaga ahli yang mengabdi untuk Indonesia dengan meningkatkan gaji. Sehingga orang Indonesia yang punya kemampuan lebih memilih bekerja di negaranya sendiri ketimbang bekerja untuk bangsa lain.
e.       Menaikkan gaji guru
Cawapres nomor urut dua, Jusuf Kalla ( JK) menjawab pertanyaan lawan debatnya Hatta Rajasa mengenai revolusi mental. Dalam sesi tanya jawab itu, Hatta bertanya mengenai konsep revolusi menurut JK. Revolusi mental ini, kata JK, juga berfokus pada pendidikan nasional.Termasuk menaikkan tunjangan para pengajar untuk meningkatkan kualitas pendidikan."Guru harus diperbaiki dengan cepat. Tunjangan diperbesar.Proses cepat itulah yang dinamakan dengan revolusi," ujarnya.
f.       Sekolah gratis
Dalam debat cawapres yang diadakan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, cawapres nomor urut dua Jusuf Kalla (JK) menegaskan bahwa pendidikan gratis adalah sebuah keniscayaan. Dalam debat cawapres yang dimoderatori oleh Dwikorita Karnawati, Wakil Rektor UGM ini, JK mengatakan, bahwa pendidikan gratis tidak perlu diperdebatkan lagi.
"Pendidikan gratis adalah keniscayaan.Otomatis harus kita laksanakan.Begitu kita telah sepakat maka kita sepakat," ujar JK.Tak hanya mengomentari mengenai pendidikan gratis, JK juga menegaskan bahwa tak masalah jika ada sekolah yang tetap membayar agar tidak ada dua kelas dalam pendidikan.
"Antar sekolah harus ada kerjasama.Sekolah gratis dengan sekolah yang membayar harus ada kerjasama dengan sekitarnya.Misalnya, dapat memakai fasilitas bersama-sama.Sehingga dengan kerjasama tersebut tidak menimbulkan gap antar sekolah," pungkas JK.
4.     Legalization
a.       Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
c.       Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
d.      Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
e.       Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
f.       Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005—2025;
g.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Tentang
Wajib Belajar;
h.      Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 tentang
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif;
i.        Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015—2019;
j.        Peraturan Presiden RI Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan;
k.      Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang Pedoman penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015—2019; dan
l.        Permendikbud Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

            Saat ini regulasi tertulis tentang program wajib belajar 12 tahun masih dalam tahap pembuatan/ belum ditetapkan. Network For Education Watch Indonesia (NEW Indonesia) atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia mendesak agar MK segera membuat regulasi tertulis terkait program wajib belajar 12 tahun.

Network For Education Watch Indonesia (NEW Indonesia) atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia secara resmi mendaftarkan uji materiPasal 6 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terkait wajib belajar 9 tahun.
Pasal itu dianggap sudah tidak relevan lagi untuk kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, seharusnya wajib belajar lebih dari 9 tahun.Pasal 6 ayat (1) menyebutkan, “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.”Wajib belajar yang berlaku di Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah tidak mampu melindungi hak pendidikan warga negara. Sebab, banyak anak-anak usia sekolah lanjutan tidak lagi melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Apabila negara hanya mewajibkan sekolah 9 tahun, bagaimana mungkin anak-anak tersebut mendapatkan pekerjaan, sedangkan saat ini tidak ada lowongan pekerjaan yang dibuka untuk orang yang hanya lulusan kelas 9 (SMP),”ujar Koordinator Nasional NEW Indonesia, Abdul Waidl.
Abdul menilai Pasal 6 ayat (1) UU Sisdiknas tak sejalan denganPasal 28C ayat (1), Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan layak yang wajib dibiayai pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. “Kita ingin negara mendanai semua biaya pendidikan minimal 12 tahun, tidak boleh lagi ada pungutan-pungutan satu rupiah pun,” tegasnya.
“Karena itu, kita minta agar MK menyatakan Pasal 6 UU ayat (1) sepanjang frasa  “yangberusia tujuh sampai dengan lima belas tahun” adalah inkonstitusional dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 apabila tidak diartikan “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan 12 tahun’,” pintanya.
Program wajib belajar di Indonesia secara historis telah diselenggarakan selama dua kali periode. Pertama, program wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun (SD) yang dicanangkan pada pada 2 Mei 1984. Kedua, pada tahun 2009 program wajib 9 tahun (SD dan SMP). Pada tahun 2009, secara nasional program wajar 9 tahun oleh pemerintah dicanangkan telah tuntas.
Kerangka regulasi dan kelembagaan tercantum pada Buku II Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Bab 2 halaman 149-150




      5.     Formulation of Politics and Plans

a.       Buku I Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Bab 2 halaman 19-20
Peningkatan Kualitas SDM 
b.      Buku I Rancangan Awal RPJMN 2015-201 Bab 3 halaman 36
Tabel 3.1 Kebijakan Dalam Memanfaatkan Bonus Demografi, kebijakan strategisnya yaitu memperluas pendidikan menengah universal ( pendidikan 12 tahun)
c.       Buku I Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Bab 6 halaman 134-138
Pembangunan Pendidikan Khususnya Pelaksanaan Program Indonesia Pintar, sasarannya melalui pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun
d.      Buku II Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Bab I halaman 67
Arah Kebijakan Untuk Peluasan dan Peningkatan Pelayanan Dasar Bagi Masyarakat Kurang Mampu
Tabel 1.6 Paket Pelayanan Dasar

      6.     Programming

a.       Buku II Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Bab 2 halaman 34-68
Pendidikan

b.      Buku II Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Bab 2 halaman 121-137
Arah Kebijakan dan Strategi Pendidikan 
c.       RenstraKemdikbud 2015-2019 halaman 27
Melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan 12 Tahun yang Berkualitas 
d.      Misi Renstra Kemendikbud 2015—2019 nomor 2

7. Implementation
-       BOS Mendukung Pelaksanaan Sekolah Gratis
            Pemerintah telah menetapkan pendidikan wajib diberikan minimal 12 tahun atau setingkat SMA. Dengan penetapan ini, pemerintah menyediakan dana pendidikan tingkat SD – SMA melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program ini kemudian diperkuat oleh BOS Daerah sehingga semakin meningkatkan akses dan kuailtas pendidikan di Indonesia.
            Konstitusi mengamanahkan biaya pendidikan ditetapkan 20% APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) agar cukup untuk membiayai pendidikan. Oleh sebab itu, sejak tahun 2009, Pemerintahan Presiden SBY sudah memenuhi amanah Konstitusi tersebut dengan menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20% APBN, bahkan pemerintah telah menetapkan wajib belajar menjadi 12 tahun dari sebelumnya 9 tahun. 
            Dengan adanya dana BOS, kegiatan belajar-mengajar bisa digratiskan, karena seluruh biaya operasional sekolah ditanggung pemerintah. Hal inilah yang membuat akses pendidikan semakin meluas dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.Hal ini yang dirasakan masyarakat Sragen khususnya pelajar dari keluarga kurang mampu. Alokasi dana BOS SD/SMP di Kabupaten Sragen untuk 2014 mencapai Rp73,5 miliar, angka ini lebih tinggi dibandingkan alokasi 2013 sebesar Rp72,4 miliar. Dana tersebut juga didukung alokasi dari APBD 2013 untuk pendidikan sebesar Rp125 miliar, dan di tahun  2014 menjadi Rp89 miliar.
            Penerapan sekolah gratis bisa terlaksana setelah pemerintah menerapkan pembebasan biaya sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana BOS terus ditingkatkan dari Rp 5,14 triliun  pada  tahun 2005, Rp 10,28 triliun (2006), Rp 9,84 triliun (2007), Rp 10,01 triliun (2008), Rp 16,4 triliun (2009), Rp 16,6 triliun (2010), Rp 19,86 triliun (2011), Rp 27,67 triliun (2012),  Rp 27,48 triliun (2013) dan Rp 28,17 triliun (2014).
            Dalam rangka membantu keluarga miskin, pemerintah menyediakan Bantuan Siswa Miskin (BSM) untuk jenjang SD – SMA, dan sejak tahun 2009 memberikan Beasiswa Bidik Misi untuk mahasiswa. Jumlah siswa penerima BSM tahun 2013 tercatat 16 juta siswa dengan anggaran Rp 6 triliun. Sementara jumlah penerima beasiswa Bidik Misi tahun 2009 – 2013 tercatat 91.412 mahasiswa dengan alokasi anggaran Rp 914,12 miliar. Adanya BSM dan beasiswa tersebut diharapkan semakin memudahkan siswa dari keluarga miskin untuk terus mengenyam pendidikan sehingga diharapkan akan memotong mata rantai kemiskinan.
-       Kartu Indonesia Pintar
Dalam rapat koordinasi pertama itu dibahas juga tentang rencana distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), awal November 2014. Sebagai tahap uji coba, Presiden Joko Widodo membagikan kartu itu kepada 500 kepala keluarga di Sinabung saat berkunjung ke Sinabung, Sumatera Utara, kemarin.

8. Concurrent, Evaluation, Evaluation Of Result
- Concurrent
            BSM hanya menjangkau anak-anak yang sudah ada di sekolah, sedangkan KIP menjangkau semua anak usia sekolah meskipun tidak berada di sekolah. BSM juga dinilai Anies tidak mengimbau anak untuk bersekolah dan KIP diharapkan bisa mengimbau sekolah menerima kembali anak yang tak sekolah.      
            Distribusi kedua kartu pintar diprioritaskan kepada keluarga prasejahtera terlebih dahulu.Untuk masalah anggaran, lanjut Puan, sudah disiapkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.”Kapan tepatnya dan bagaimana prosesnya masih dibahas dan dikoordinasikan pada rakor (rapat koordinasi)”.

-   Evaluation
                ”Mulai tahun 2015, masyarakat akan menikmati wajib belajar (wajar) 12 tahun,” kata Puan. Sesuai janji Kabinet Kerja, program wajib belajar 12 tahun akan dimulai pada 2015. Jika wajib belajar itu sudah ditetapkan, berarti semua anak usia sekolah wajib masuk sekolah dan pemerintah wajib membiayai serta menyediakan segala fasilitasnya. Namun, pelaksanaan wajib belajar ini tetap harus menunggu payung hukum. Hal itu dikemukakan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani seusai rapat koordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Mariani Soemarno, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise di Jakarta, Rabu (29/10).

-   Evaluation Of Result
Evaluasi hasil kinerja program pemerintah Kemendikbud tahun 2014 diambil dari LAKIP (Laporan Akhir Kinerja Pemerintah) tahun 2014:
1. Permasalahan yang dihadapi Kemendikbud
Terdapat di Halaman 6 (LAKIP tahun 2014)
       2. Salah satu Program Kemendikbud diantaranya:
a.       Pengembangan SDM Pendidikan dan kebudayaan dan Penjaminan Mutu pendidikan dilaksanakan oleh unit utama pelaksana Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
b.      Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dilaksanakan oleh unit utama pelaksana Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Terdapat di Halaman 7 (LAKIP tahun 2014)

3. Berikut grafik tren penurunan penduduktuna aksara usia 15-59 tahun selama lima tahun terakhir dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Terdapat di halaman 26 dan 27 (LAKIP tahun 2014)

4. Rincian tingkat pencapaian BOS
Terdapat di halaman 65 (LAKIP tahun 2014)

5. Tahun 2014 ini telah dialokasikan BSM kepada 425.033 siswa SMA dan kepada 550.000 siswa SMK, serta kepada 7.300 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Berikut rincian capaian pelaksanaan program BSM dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Terdapat di halaman 68 dan 69 (LAKIP tahun 2014)
            Jadi data di atas adalah hasil program kinerja pemerintah Kemendikbud tahun 2014, sedangkan hasil program Kemenristek 2015 belum ada, karena program wajib belajar 12 tahun baru dilaksanakan tahun 2015 ini, itu pun pelaksaannya belum  merata keseluruh Indonesia, tapi masih dalam tahap uji coba di Sumatra Utara. 

Komentar