TUGAS KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK PENGURANGAN IMPOR GARAM MELALUI SWASEMBADA DAN PENINGKATAN PRODUKSI GARAM LOKAL


BAB I
PENDAHULUAN


     A .    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah mencapai 5.193.250 km2 yang terdiri atas daratan dan lautan.
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Selain sebagai negara agraris, Indonesia juga dikenal dengan negara maritim, karena luas perairannya yang mencapai 3.257.483 km2, dengan garis pantai mencapai 90.000 km. Hal ini menunjukan betapa besarnya potensi Indonesia untuk produksi garam dan potensi pasar garam. Data KKP menyebutkan wilayah penghasil garam di dalam negeri disebutkan sebanyak 42 kabupaten/kota di sembilan provinsi dengan areal tambak garam mencapai 30.000 hektare. Volume produksinya berkisar 60 ton – 70 ton per hektare per musim panen. Sehingga garam merupakan komoditi strategis nasional baik dari produksi dan pasar di Indonesia.
Namun, belakangan ini justru komoditi garam menjadi masalah. Negeri yang seharusnya mampu memproduksi garam berlimpah, malah harus mendatangkan garam dari negara lain seperti, Australia, India, China dan bahkan  Singapura. Dan terlebih, jumlah garam yang diimpor justru lebih besar daripada garam lokal. Keadaan ini semakin diperparah dengan kenyataan bahwa “akumulasi dari garam lokal dan impor itu telah melabihi kebutuhan garam Indonesia yang mengakibatkan rendahnya harga garam” (BPS 2003). Kementrian Perindustrian menghitung, kebutuhan garam nasional pada tahun 2015 sekitar 2,6 juta ton dan sektor industri yang paling banyak menggunakan garam, diantaranya seperti pengeboran minyak, industri kaca, industri pulp, industri tekstil, sampai penyamakan kulit. Kebutuhan garam dalam negeri tersebut sebagian besar masih dipasok atau dibeli dari beberapa negara.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI mengatakan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, Total garam impor selama Januari 2014 mencapai 278 ribu ton atau naik 78 % secara volume. Sedangkan nilai impornya mencapai US$ 13,4 juta atau naik 75%. Tercatat jumlah impor garam di 2014 mencapai 2,2 juta ton. Sedangkan data Januari-Agustus 2015, Indonesia sudah membeli 1.046.019 ton garam dengan nilai US$ 46,61 juta, Dari data Badan Pusat Stastik (BPS) bulan Januari-Agustus 2015, Indonesia sudah membeli 1.046.019 ton garam dengan nilai US$ 46,61 juta. Negara penjual dengan total angka impor garam ke Indonesia untuk periode Januari-Agustus 2015 diantaranya:  Australia sebanyak 834.525 ton (US$ 36.721.656), India sebanyak 190.062,17 ton (US$ 7.543.285), China sebanyak 19.096,12 ton (US$ 1.339.432), Selandia Baru sebanyak 1.600 ton (US$ 646.480), Singapura sebanyak 24,41 ton (US$ 110.908), Lainnya sebanyak 711,56 ton (US$ 253.001).
Hal tersebut tentu saja menjadi ironi, melihat bahwa potensi lahan garam mencapai 37. 026 hektar. Dengan rincian, yang termanfaatkan sebesar 22.811 hektar, tambak garam rakyat 25. 542 hektar, garam industri 5.116 hektar dan lahan garam Madura 15.347 hektar. Sementara lahan yang belum termanfaatkan 14. 215 hektar. Dengan lahan garam sebesar itu seharusnya Indonesia mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun kenyataannya produksi garam dalam negeri belum dapat mengcover kebutuhan garam dalam negeri, baik dari segi kuantitas produsi maupun dari segi kualitas produk. Dari segi kuantitas produksi rata-rata garam Indonesia setiap tahun mencapai 1,4 juta hingga 1,5 juta. Tetapi setiap tahun juga, Indonesia rutin mengimpor garam dengan jumlah yang sama.  Daya serap industri per tahunnya mencapai sekitar 750.000 ton, dan sisanya terserap untuk garam konsumsi. Walaupun pada tahun 2015 produksi garam mengalami kenaikan sebesar 12% namun hal tersebut masih belum dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama kebutuhan dalam sektor industri. Sedangkan Kualitas garam di Indonesia untuk kebutuhan industri dapat dikatakan kalah saing dengan negara-negara lain, sehingga garam untuk industri masih harus diimpor karena tingkat kualitasnya yang tinggi belum dapat dicapai oleh garam lokal. Garam untuk aneka pangan harus memiliki kandungan NaCL di atas 94 persen, sedangkan untuk farmasi kandungan NaCL harus di atas 97 persen. Sementara rata-rata NaCL garam lokal baru 92 persen.
Pakar Teknik Kimia Universitas Indonesia (UI) Misri Gozan mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan produksi garam Indonesia terbatas atau jauh dari kebutuhan. Pertamakepemilikan lahan garam terlalu kecil. Rata-rata 0,75/hektar per petambak, dan lahan tersebut diolah bersama. Sehingga sulit untuk memproduksi garam yang baik kualitasnya dan efisien jika lahan terlalu kecil. Kedua, adalah pola produksi petambak garam lokal yang masih individual dan cenderung tidak terintegrasi. Setiap petambak garam memiliki kolam masing-masing di lahannya, dari proses penampungan hingga pengkristalan garam. Kondisi inilah yang menyebabkan garam kurang berkualitas. Ketiga, adalah tidak adanya keterpaduan program antar kementerian yang berkepentingan dalam produksi garam, baik garam konsumsi maupun garam industri. Keempat, adalah masih dikuasainya tata niaga garam oleh segelintir kelompok usaha. Adanya praktik oligopoli (produk dikuasai oleh hanya beberapa kelompok) ini tak bisa dipungkiri membuat disparitas harga garam di pengguna akhir dan petambak garam lokal. Di sisi lain impor garam industri pun juga dikendalikan harga dan pasokannya.
Sedangkan Direktur Utama PT Garam (Persero), Usman Perdana Kusuma menyebut, setidaknya ada 3 penyebab Indonesia masih menjadi negara importir garam. Pertama, Usman menyebut masa panen dan pengolahan garam di Indonesia relatif sangat singkat dan sederhana. Di Indonesia, proses memanen garam oleh petani hanya dilakukan dalam waktu 4-8 hari, sedangkan negara importir seperti Australia memanen hasil garam setelah melalui proses 3 sampai 4 bulan. Akibatnya, kualitas garam Indonesia menjadi sangat rendah. Selain itu, petani garam yang mayoritas masih tradisional tidak melakukan beberapa tahapan pengolahan garam. Berbeda dengan negara industri garam yang melakukan beberapa tahap untuk memperoleh garam kualitas tinggi (high grade). Kendala kedua adalah teknologi. Usman mengakui pihaknya sebagai korporasi dan petani garam belum memiliki teknologi pengolahan (refinery) untuk garam yang berkualitas rendah. Refinery diperlukan untuk menaikkan kualitas garam agar sesuai kebutuhan industri makanan minuman yang selama ini masih impor. Selanjutnya ialah kesulitan mencari lahan baru. Indonesia memerlukan tambahan lahan baru di tepi pantai yang relatif luas, minimal 5.000 hektar yang tidak terpisah-pisah. Saat ini, ladang garam masih terpusat di daerah Madura, Jawa Timur. Mayoritas, sistem pengolahan pun masih sangat tradisional.
Tingginya impor garam nasional selain dikarenakan kuantitas dan kualitasnya yang dianggap belum memenuhi kebutuhan dalam negeri juga dikarenakan regulasi pemerintah yang berlaku dianggap tidak menguntungkan petani garam nasional. Permendag 125 Tahun 2015 dinilai berpotensi menggerus pangsa pasar garam lokal. Pasalnya, industri yang sebelumnya mengambil garam dari petani, akan lebih memilih mengimpor garam. Jika sebelumnya para importir garam diwajibkan untuk menyerap sekurang-kurangnya 50% dari total kapasitas produksi perusahaan, tetapi dalam Permendag 125 Tahun 2015 kewajiban tersebut ditiadakan. Selain itu, impor dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja tanpa ada batas waktu. Dalam aturan tersebut juga tidak mengatur tentang kualitas garam yang diimpor, padahal hal tersebut berhubungan dengan ketentuan harga garam. Dan juga industri aneka pangan yang awalnya masuk klaster garam konsumsi juga ditiadakan.  Sudah seharusnya regulasi ini di revisi kembali, selain menuai banyak protes dari beberapa pihak, dengan diberlakukannya regulasi ini maka impor garam akan masuk sederas-derasnya ke Indonesia.
Menghentikan impor garam adalah tujuan yang mulia demi meningkatkan taraf hidup petani garam dan juga kedaulatan nasional. Namun, perlu diingat bahwa penghentian impor harus dibarengi dengan langkah revitalisasi garam sehingga kebutuhan nasional tidak terabaikan. Menteri Susi tegas memutuskan akan menargetkan swasembada garam pada tahun 2016. Hal ini untuk mewujudkan salah satu misi Indonesia yaitu Indonesia harus mandiri perekonomiannya. Sehingga dengan demikian kuota impor garam produksi bisa dipangkas. Kemudian pada tahun 2016 ditargetkan kembali untuk 50% peningkatan produksi. Dan kemudian selanjutnya di tahun 2017 sudah tidak ada cerita lagi Indonesia import garam.

BAB II
LANDASAN TEORI


    2.1  Teori Proteksi dan Pembatasan Perdagangan
a.      Faktor-Faktor yang Mendorong Proteksi
Dalam perdagangan luar negeri konsep proteksi berarti usaha-usha pemerintah yang membatasi atau mengurangi jumlah barang yag diimpor dari negara-negara lain dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu yang penting artinya dalam pembangunan negara dan kemakmuran perekonomian negara. Berikut beberapa tujuan penting itu:
·         Mengatasi masalah deflasi dan pengangguran
·         Mendorong perkembangan industri baru
·         Untuk mendiversifikasikan perekonomian
·         Untuk menghindari kemerotan industri-industri tertentu
·         Untuk memperbaiki neraca pembayaran
·         Untuk menghindari dumping
·         Untuk menambah pendapatan pemerintah

b.      Alat Pembatasan Perdagangan
Proteksi dan pembatasan perdagangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam membatasi atau mengurangi barang-barang yang diimpor. Halangan perdagangan dapat dibedakan menjadi empat jenis yakni:
1)      Tarif dan Pajak Impor
Hambatan perdagangan yang berbentuk pajak atas barang-barang yang diimpor dinamakan tarif. Proteksi perdagangan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a)      Tarif Advalorem
Pajak impor yang dihitung berdasarkan harga dari barang yang diimpor
b)      Tarif Spesifik (Khusus)
Pajak yang nilainya tetap walaupun harga barang impor berubah
2)      Kuota Pembatasan Impor
Merupakan bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu. Berbeda dengan tarif, kuota tidak dapat menambah pendapatan pemerintah. Akan tetapi untuk produksi domestik kuota merupakan langkah pemerintah yang lebih menguntungkan karena setelah kuota impor dipenuhi, mereka tidak lagi menghadapi persaingan dari luar.

3)      Hambatan Perdagangan bukan Tarif
Merupakan langkah-langkah pemerintah dan peraturan-peraturan yang akan mendorong dan memberi keutamaan atas konsumsi barang-barang dalam negara dan tidak mendorong konsumsi barang-barang impor.

4)      Pembatasan Penggunaan Valuta Asing
Ada beberapa cara untuk membatasi penggunaan valuta asing untuk tujuan mengimpor. Salah satu caranya adalah mencari jumlah mata uang asing yang digunakan untuk mengimpor barang-barang mewah. Yang kedua ialah dengan menjual valuta asing dengan harga yang lebih tinggi dari kurs resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Penjuaan valuta asing yang dibatasi tersebut dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor.

c.       Manfaat dari Melakukan Kerjasama Ekspor dan Impor
1)      Meningkatkan Daya Saing
Jika sebuah negara memiliki produk sama dengan jumlah yang melimpah maka perlu meningkatkan persaingan bisnis dengan melakukan transaksi penjualan ke luar negeri. Produk itu akan bersaing di negara tujuan dengan keanekaragaman produk yang lebih besar. Jadi, ekspor dan impor akan membantu produsen atau pengusaha untuk bersaing dengan produl lain dalam hal kualitas maupun kuantitas.
2)      Meningkatkan Keuntungan Bisnis
Menjual produk ke luar negeri akan meningkatkan keuntungan karena ada perbedaan nilai mata uang dan kondisi ekonomi.
3)      Meningkatkan Skala Produksi
Jika skala produksi semakin tinggi maka peluang keuntungan yang didapatkan juga akan semakin tinggi. Laju produksi yang semakin tinggi akan sesuai dengan biaya yang berhubungan untuk menurunkan biaya produksi karena ada penghematan yang bisa dilakukan untuk proses tersebut.
4)      Membuka Peluang Pasar yang Luas
Mengambil keuntungan dari proses ekspor akan membuat produsen bisa menemukan pasar yang lebih luas. Dengan cara ini maka produsen dari sebuah negara bisa menemukan pasar yang lebih luas dan menjadi pemimpin dalam pasar tersebut.
5)      Menghindari Pasar Domestik yang Terlalu Tinggi
Menghindari pasar domestik menjadi salah satu alasan produsen melalukan ekspor. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan akses penjualan dengan angka tinggi dan keuntungan yang lebih maksimal. Beberapa produsen lebih senang dengan pasar ini karena bisa mendapatkan keuntungan sepanjang tahun.
6)      Meningkatkan Nilai Investasi
Ada berbagai jenis produk dan jasa yang terus berkembang setiap saat. Semua negara menjadi pesaing untuk negara yang lebih kuat. Namun ekspor dan impor tetap menjadi aktifitas perdagangan internasional yang bisa meningkatkan nilai investasi pada sebuah negara. Cara ini akan membuat sebuah negara bisa mendapatkan keuntungan ganda dari proses ekspor dan impor.
7)      Meningkatkan Hubungan Kerjasama Internasional
Ekspor dan impor juga menjadi salah satu langkah yang penting untuk meningkatkan hubungan kerjasama. Sebuah negara yang tidak memiliki produk tertentu harus mendatangkan produk itu dari luaar negeri, begitu juga sebaliknya. Aktifitas ini akan diatur oleh peraturan yang menghubungkan dari satu negara ke negara lain. Kesepakatan perdagangan internasional inilah yang meningkatkan hubungan kerjasama antar negara.

    2.2  Teori Otonomi Daerah di Indonesia
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Menurut Philip Mahwood, Otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda.
Otonomi daerah mengandung tujuan-tujuan, yaitu:
1)      Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Salah satu persoalan pokok dalam negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang sewenang-wenang. Dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah.
2)      Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
Hal tersebut terlalu sulit bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal tersebut bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah-masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang wajar dan baik.
3)      Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial, ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan sejahtera.
4)      Dengan adanya pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan rumah tangga daerahnya, partisipasi rakyat dapat dibangkitkan dan pembangunan benar-benar diarahkan kepada kepentingan nyata daerah yang bersangkutan, karena merekalah yang paling mengetahui kepentingan dan kebutuhannya.


BAB III
PEMBAHASAN

            Sudah sejak lama pemerintah berkali-kali memprogramkan swasembada garam namun dari tahun ketahun selalu gagal. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2014 konsumsi garam nasional mencapai 3,8 juta ton, yang terdiri dari 2,05 juta ton garam industri dan 1,96 juta ton garam konsumsi, sementara itu capaian produksi garam nasional sebanyak 2,2 juta ton. Bahkan pada tahun 2015 lalu diperkirakan terjadi peningkatan kebutuhan sebesar 5%.
            Jika dilihat dari data tersebut, nampak jelas bahwa kegagalam pemerintah untuk memenuhi kebutuhan garam nasional sangat memprihatinkan, karena program yang telah direncanakan kembali mengalami kegagalan. Untuk memenuhi kebutuhan garam, pemerintah kembali melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sungguh disayangkan bagi Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Perilaku pemerintah yang cenderung mengambil jalan pintas melalui impor untuk memenuhi kebutuhan garam, khususnya garam industri tentunya bukan pilihan yang baik bagi Indonesia dimasa mendatang, karena disinyalir kerugian negara akibat impor garam ini cukup besar.
            Kegiatan impor garam memang perlu dilakukan ketika permintaan garam yang tinggi sedangkan produksi dalam negeri belum mampu untuk menyediakan secara keseluruhan. Namun perlu diingat bahwa tidak selamanya negeri ini mengimpor garam dari negara tetangga. Seperti keinginan awal dimana pemerintah menginginkan swasembada garam, maka langkah awal yang harus dilakukan yaitu menekan dan mengurangi kegiatan impor. Salah satunya yaitu bisa dengan cara melakukan proteksi dan pembatasan perdagangan. Hal pertama yaitu menerapkan tarif dan pajak impor yang tinggi, dengan tingginya tarif dan pajak impor yang diberikan maka negara pengimpor akan berfikir ulang ketika jumlah biaya pajak yang dibebankan lebih mahal dari pada harga garam yang akan dikirim ke Indonesia. Kedua, yaitu dengan membatasi jumlah kuota impor, pemerintah hendaknya membuat undang-undang tentang peraturan pembatasan jumlah kuota impor garam yang akan masuk ke Indonesia, karena pada saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut. Ketiga, Pembatasan penggunaan valuta asing, ada beberapa cara untuk membatasi penggunaan valuta asing untuk tujuan mengimpor. Salah satu caranya adalah mencari jumlah mata uang asing yang digunakan untuk mengimpor barang-barang. Yang kedua ialah dengan menjual valuta asing dengan harga yang lebih tinggi dari kurs resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Penjuaan valuta asing yang dibatasi tersebut dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor. Terakhir, hambatan perdagangan bukan tarif, dimana adanya langkah-langkah pemerintah dan peraturan-peraturan yang akan mendorong dan memberi keutamaan atas konsumsi garam dalam negeri dan tidak mendorong konsumsi garam impor.
            Disisi lain kegiatan mengimpor garam dari luar pun memiliki beberapa dampak buruk, seperti, 1) menurunkan pasar domestik, hal ini sering kita dengar dari beberapa persaingan produk dalam negeri dengan produk impor, biasanya garam yang diimpor memiliki kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih terjangkau dari pada garam lokal sehingga akan banyak perusahaan-perusahaan kosmestik, farmasi, dan bangunan memilih untuk menggunakkan garam impor yang memiliki kandungan NaCL rata-rata diatas 95%, untuk mengurangi dampak ini maka sebaiknya pemerintah membuat regulasi khusus untuk mengatur persaingan produk impor, 2) meningkatkan ketergantungan terhadap garam impor, karena banyak perusahaan memilih untuk menggunakan garam impor untuk kegiatan produksi barang mereka, maka perusahaan-perusahaan tersebut akan bergantung dengan garam impor sehingga seperti tidak mungkin untuk tidak melakukan impor garam, 3) merugikan produsen garam dalam negeri, seperti yang diketahui bahwa banyak perusahaan yang memilih menggunakan garam impor maka produksi garam lokal pun akan kurang diminati serta harga jual pun semakin rendah.
            Untuk mewujudkan swasembada garam, maka pemerintah perlu melakukan beberapa cara untuk mewujudkannya. Salah satunya yakni dengan adanya otonomi daerah, dimana daerah-daerah yang memproduksi garam perlu meningkatkan kualitas produksi garamnya. Seperti yang diketahui bahwa daerah yang menghasilkan produksi garam terbesar di Indonesia yaitu pulau Madura kemudian disusul Teluk kupang, Nusa Tenggara Timur.
PT. Garam bersama tiga kementerian yakni; Kemeterian BUMN, Kementerian Perindustrian, Agraria dan Perdagangan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyelesaikan road map swasembada garam yang akan tercapai pada tahun 2017 mendatang. Jika berjalan lancar maka lahan baru seluas lima ribu hektar untuk garam industri di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur akan segera dikerjakan. Kapasitas produksi selama sembilan bulan diperkirakan 600 ribu ton, dan lahan baru sudah berproduksi tahun 2016 ini, sebab saat ini diprioritaskan pembangunan infrastruktur seperti gudang dan pelabuhan.
Selanjutnya tentang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam perlu direvisi lantaran ketentuan impor garam yang dilakukan satu bulan setelah masa panen hanya akan menyebabkan kelebihan suplai garam di masyarakat dan membuat harga garam petani anjlok. Dengan kata lain, regulasi ini justru berpotensi merugikan petani kecil. Peraturan tersebut memang melarang importir mengimpor garam dalam masa satu bulan sebelum masa panen hingga dua bulan sesudah panen. Namun, jarak singkat antara penghentian impor dan panen akan menyebabkan garam berlimpah dan membuat harga garam konsumsi produksi petani turun di pasaran.
Oleh karena itu sebaiknya kebijakan impor garam harus dikaji ulang demi kepentingan melindungi harga garam produksi petani. Dengan mendatangkan garam dari luar negeri yang harganya sangat murah, para importir juga terkesan sengaja menjatuhkan harga di pasaran dan tidak peduli pada kerugian para petani. Dengan berkurangnya impor garam industri, maka garam produksi petani di dearah bisa lebih diberdayakan. Dengan lahan garam prouduktif 33 ribu hektar plus 10 ribu hektar lahan cadangan, maka kekurangan stok 1,1 juta ton garam produksi itu bisa dicukupi dari industri rakyat.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kebijakan program swasembada garam yang sejak dulu mengalami kegagalan lantaran pemerintah masih melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan garam khususnya garam untuk kebutuhan  industri selain itu hasil produksi garam dalam negeri yang belum memenuhi standar kualitas garam industri, dimana kandungan NaCL harus diatas 95%. Untuk mewujudkan cita-cita swasembada garam maka langkah awal yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu mengurangi impor dengan cara melakukan proteksi dengan pembatasan perdagangan (memberlakukan tarif dan pajak impor, kuota pembatasan impor, hambatan perdagangan bukan tarif, dan pembatasan penggunaan valuta asing) . Selain itu, melalui kebijakan otonomi daerah, maka daerah penghasil produksi garam diberikan kewenangan untuk meningkatkan kualitas produksi garam agar mampu bersaing dengan garam impor dari negara tetangga, tentu saja hal itu dibantu dengan bantuan dari pemerintah untuk menyediakan alat-alat produksi modern. Sehingga cita-cita swasembada garam bisa terlaksana pada tahun 2017 mendatang.

B.     Saran
Pemerintah sebaiknya merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam lantaran ketentuan impor garam yang dilakukan satu bulan setelah masa panen hanya akan menyebabkan kelebihan suplai garam di masyarakat dan membuat harga garam petani anjlok. Dengan kata lain, regulasi ini justru berpotensi merugikan petani kecil. Selain itu pemerintah juga harus tegas untuk melakukan proteksi terhadap impor garam serta mendukung kegiatan produksi garam di daerah-daerah dengan menyediakan alat-alat pengelolaan yang modern. Disisi lain, petani garam juga harus bisa meningkatkan kualitas produksi garam mereka agar perusahaan tidak memilih menggunakan garam impor melainkan garam produksi dalam negeri sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Sukirno, Sadono. 2006. Makro ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.
Jakarta: Rajawali Pers
Diaz, Reny. 2014. Teori Otonomi Daerah. (Online),
daerah.html

Psi, Putri. 2013. Perdagangan Luar Negeri, Proteksi, dan Globalisasi. (Online),




Komentar