PENYUSUNAN
ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN) DAN
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mengatur
kegiatan perekonomian nasional, suatu negara harus membuat anggaran pendapatan
dan belanja, begitu pula dengan Indonesia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan alat
utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan
sekaligus sebagai alat pemerintah untuk mengelola perekonomian negara.
Sebagai alat pemerintah, APBN dan APBD bukan hanya menyangkut
keputusan ekonomi, namun juga
menyangkut keputusan politik.
Dalam konteks ini, DPR/DPRD dengan hak
legislasi, penganggaran, dan pengawasan
yang dimilikinya perlu lebih berperan
dalam mengawal APBN dan APBD
sehingga APBN dan APBD benar-benar dapat secara
efektif menjadi instrumen
untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan
baik. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan nasional dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, maka pemerintah
berusaha untuk menyajikan APBN dan APBD untuk berlangsungnya sebuah kegiatan
pemerintahan, maka hal tersebut kemudian mendapatkan landasan hukum yang kuat
dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, UU
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan rencana kerja tahunan
pemerintah daerah yang dipersiapkan untuk pembangunan di daerah dengan
pertimbangan-pertimbangan yang sangat matang dan diperhitungkan dengan uang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah pusat yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah pusat dan
DPR RI. APBN disusun dengan pertimbangan yang sangat matang untuk kesejahteraan
rakyat, dan sebagai wujud program kerja pemerintah setahun kedepan di dalam
pembangunan secara nasional. APBN dan APBD wajib dipertanggungjawabkan di akhir
masa berlakunya.
Proses
penyusunan Anggapan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seringkali menjadi isu penting yang
disorot oleh masyarakat, bahkan APBN dan APBD menjadi alat politik yang
difunakan oleh pemerintah sendiri maupun pihak oposisi. Penyusunan anggaran
pendapatan adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang seluruh
kegiatan emerintah dan instansi yang dinyatakan dalam unit moneter untuk jangka
waktu tertentu yang akan datang. Anggaran pendapatan pada dasarnya merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam penyusunan APBN dan APBD. Dimana dalam
penyusunan anggaran pendapatan mempunyai arti penting bagi pemerintah daerah
dan pemerintah pusat dalam membantu kelancaran roda pembangunan dan memberikan
isi dan arti kepada tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah khususnya sehingga
tercipta perencanaan dan pelaksanaan yang efektif
Untuk
menghasilkan penyelenggaraan yang efektif dan efisien, tahap persiapan atau
perencanaan anggaran merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Namun
demikian, tahap persiapan atau penyusunan anggaran harus di akui memang
hanyalah salah satu tahap penting dalam keseluruhan siklus atau proses anggaran
tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk
mempelajari lebih lanjut mengenai bagaimanakah proses dan tahapan penyusunan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), dengan judul makalah “Proses dan
Tahapan Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.
1.2
Perumusan
Masalah
a) Bagaimanakah
proses dan tahapan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)?
1.3
Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui
proses dan tahapan Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
1.4
Manfaat
Penulisan
a) Bagi
mahasiswa, sebagai bahan pembelajaran tentang APBD dan APBN.
b) Bagi
masyarakat luas, sebagai bahan bacaan dalam mengambil sikap terhadap
pemerintahan yang sedang berlangsung.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Keuangan
Negara
Dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya pasal 1
dan 2 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.[1]
Keuangan negara tersebut meliputi:
a. Hak
negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan
pinjaman;
b. Kewajiban
negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar
tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan
negara dan penerimaan daerah;
d. Pengeluaran
negara dan pengeluaran daerah;
e. Kekayaan
negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
f. Kekayaan
pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum;
g. Kekayaan
pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Selanjutnya,
dalam undang-undang tersebut pengelolaan keuangan negara diatur pada pasal 3 yaitu,
keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan tersebut mencakup keseluruhan kegiatan
perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
2.1.1
Ruang
Lingkup Keuangan Negara
Perumusan
keuangan negara dapat ditinjau melalui pendekatan dari sisi obyek, subyek,
proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara
meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi
keseluruhan pelaku yang terkait dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut
di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya
dengan keuangan negara. Dari sisi proses, seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan
dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan,
seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan
dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.
2.1.2
Kekuasaan
atas Pengelolaan Keuangan Negara
Penyelenggaraan
fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang, akan menimbulkan hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini perlu dikelola dalam suatu
system pengelolaan keuangan negara. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
diatur dalam bab II Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pada pasal 6 ayat (1) diatur bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Dalam penjelasan pasal tersebut diatur bahwa kekuasaan tersebut
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan
yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan
prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja Kementerian
Negara/Lembaga (K/L), penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan
penerimaan negara. Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan
teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang
kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana
perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
2.2
Keuangan
Daerah
Keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dapat di nilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.[2]
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
2.3. Teori
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN)
a.
Pengertian Anggaran
Negara
Pengertian
anggaran negara yang ada pada berbagai literatur, namun para ahli di bidang
anggarn sepakat memberikan pengertian umum sebagai berikut : anggaran negara
merupakan rencana keuangan pemerintah dalam suatu waktu tertentu, biasanya
dalam satu tahun mendatang, yang satu pihak memuat jumlah pengeluaran
setinggi-tingginya untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang, dan di
lain pihak memuat jumlah penerimaan negara yang diperkirakan dapat menutup
pengeluaran tersebut dalam periode yang sama. (Dedi Nordiawan, Iswahyudi Sondi
Putra dan Maufidah Rahmawati tahun 2007). Dari definisi diatas dapat dijelaskan
pengertian lebih lanjut sebagai berikut: (Mahmudi tahun 2007).
1) Anggaran
merupakan pernyataan mengenai estimasikinerja pemerintah yang hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finanasial (rupiah).
2) Penyusunan
anggaran negara adalah suatu proses politik, penganggaran merupakan proses atau
metode untuk mempersiapkan suatu anggaran dengan tahap yang sangat rumit dan
mengandung nuansa politik yang sangat kental karena memerlukan pembahasan dan
pengesahan dari wakil rakyat di parlemen yang terdiri dari berbagai utusan
partai politik.
3) Berbeda
dengan anggaran pada sektor swasta di mana anggaran merupakan bagian dari
rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya anggaran negara
justru harus dikonfirmasikan kepada public untuk diberi masukan dan kritik.
4) Anggaran
negara merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan
progam-program yang dibiayai dengan uang publik. Proses penganggaran dimulai
ketika perencanaan strategik dan perumusan strategi telah diselesaikan. Jadi
anggaran negara merupakan artikulasi dari perumusan strategi dan perencanaan
strategik yang telah dibuat.
5) Tahap
penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan
tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah
disusun.
Penganggaran
memiliki tiga tujuan utama yang saling terkait yaitu stabilitas fiskal makro,
alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif
dan efisien. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk
mewujudkan pertunbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi, dan pemerataan pendapatan.
Anggaran Negara juga berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengawasan
aktivitas pemerintahan.
b. Pengertian
Pendapatan Nasional
Menurut Sukirno (2000:28) pendapatan
nasional atau PDB adalah nilai barang akhir yang dihasilkan atau diproduksi
suatu negara dalam satu tahun tertentu. Nilai pendapatan nasional suatu negara
merupakan indikator ekonomi yang paling penting. Terdapat beberapa konsep
mengenai pendapatan nasional:
1) Produk
Domestik Bruto atau Gross Domestic Product. Merupakan nilai barang-barang dan
jasa yang diproduksi dalam negara dalam satu tahun dengan menggunakan
faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut dan penduduk atau
perusahaan negara lain
2) Produk
Nasional Bruto atau Gross National Product. Merupakan nilai barang dan jasa
yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh warga negara
dari suatu negara.
3) Pendapatan
Nasional atau National Income. Merupakan jumlah dari pendapatan faktor-faktor
produksi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam satu tahun
tertentu.
4) Pendapatan
Nasional Neto dan Pendapatan Nasional Bruto. Pendapatan nasional yang masih
meliputi depresiasi dinamakan produk nasional bruto, sedangkan pendapatan
nasional yang dikurangi depresiasi dinamakan pendapatan nasional neto.
c. Pengertian
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan PerwakilanRakyat. (Pasal 1 angka 7, UU No. 17/2003). Merujuk Pasal 12 UU
No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran
meliputi:
1) Hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan.
2) Kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan.
3) Penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akanditerima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Semua penerimaan
dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas umum negara. (Pasal 12
ayat (2) UU No. 1/2004). Tahun anggaran adalah periode pelaksanaan APBN selama
12 bulan. Sejak tahun 2000, Indonesia menggunakan tahun kalender sebagai tahun
anggaran, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Sebelumnya, tahun anggaran dimulai tanggal 1 April sampai dengan 31 Marettahun
berikutnya. Penggunaan tahun kalender sebagai tahun anggaran ini kemudian
dikukuhkan dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara (Pasal 4 UU
No. 17/2003 dan Pasal 11 UU No. 1/2004).
2.2
Teori
Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
- Pengertian
Anggaran Daerah
Menurut Glenn A.
Welsch dalam Adhim (2008) anggaran adalah suatu bentuk statement daripada
rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai dalam suatu periode tertentu
sebagai petunjuk dalam periode itu. Sedangkan menurut M. Marsono anggaran dalam
Dwi Eka (2011) adalah suatu rencana pekerjaan yang pada suatu pihak mengandung
jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang mungkin diperlukan untuk
membiayai kepentingan negara pada suatu masa depan dan pihak lain perkiraan
pendapatan (penerimaan) yang mungkin akan dapat diterima dalam masa tersebut.
Menurut Mardiasmo (2002: 62), anggaran daerah berisi rencana kegiatan yang
direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam
satuan moneter. Sedangkan Menurut National Committee on Governmental Accounting
(NCGA), saat ini Governmental Accounting Standarts Board (GASB), definisi
anggaran (budget) sebagai berikut: Rencana
operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber
pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP, 2005: 104) yang dimaksud dengan anggaran daerah adalah
pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah daerah meliputi rencana
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan uang
yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode
b. Pendapatan
Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan. Pendapatan Daerah yang dimaksud bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan. Sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 105 Tahun 2000 bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah
dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Pendapatan
daerah menurut Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim
(2002), dalam bukunya yang baerjudul ”Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi
Keuangan Daerah” beliau menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
c. Belanja
Daerah
Belanja daerah menurut UU No. 33 Tahun
2004 merupakan semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah
adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung
penyelenggaraan pemeritahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Menurut
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, belanja daerah adalah semua pengeluaran kas
daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.
Menurut Halim (2007: 322),
menyatakan belanja daerah kewajiban pemerintah mengurangi nilai kekayaan
bersih. Lebih lanjut menurut Yuwono, dkk (2005: 108), menyatakan bahwa belanja
daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja daerah
dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja
tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara tidak
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara belanja langsung
merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan.
d. Pengertian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalah suatu rencana kerja pemerintah yang dinyatakan secara
kuantitatif, biasanya dalam satuan moneter yang mencerminkan sumber-sumber
penerimaan daerah dan pengeluaran untuk membiayai kegiatan dan proyek daerah
dalam kurun waktu satu tahun anggaran. Pada hakekatnya anggaran daerah (APBD)
merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggungjawab. Dengan demikian APBD harus benar-benar dapat mencerminkan
kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi-potensi keanekaragaman daerah
(Lasminingsih, 2004 : 223).
Dalam APBD pendapatan dibagi menjadi 3
kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah. Selanjutnya Belanja digolongkan menjadi 4 yakni
Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan
Bantuan Keuangan, dan Belanja Tak Tersangaka. Belanja Aparatur Daerah
diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja
Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal/Pembangunan. Belanja Pelayanan
Publik dikelompokkan menjadi 3 yakni Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi
dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal. Pembiayaan seperti sudah dikatakan di
atas, adalah sumber - sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang dimaksudkan
untuk menutup defisit anggaran atau sebagai alokasi surplus anggaran.
Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu : sumber
penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa
penerimaan daerah adalah: sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman
dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari
dana cadangan. Sedang sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas:
pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke
dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
APBN adalah
undang-undang, sehingga merupakan kesepakatan antara pemerintah dan DPR,
sebagaimana disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[3]
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.[4]
Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam ragka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan bersama. APBN tersebut harus dikelola secara
tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik penyelengaraan tata kepemerintahan
yang baik, setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.[5]
Adapun faktor yang mempengaruhi pendapatan negara yaitu sebagai berikut :
a) Kualitas
Sumber Daya Manusia, negara yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi tentu akan memiliki pendapatan nasional yang tinggi pula.
Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki kualitas SDM yang tinggi. Ciri-ciri
SDM yang memiliki kualitas tinggi adalah memiliki bekal ilmu pengetahuan yang
tinggi; memiliki etos kerja yang baik (rajin, disiplin, jujur, tepat waktu, dan
lainlain); memiliki tingkat keterampilan yang baik; menguasai teknologi dan
informasi (seperti teknologi komputer, internet, dan bioteknologi), menyukai
tantangan dan perubahan.
b) Potensi
Sumber Daya Alam, negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah
jika dikelola dengan baik akan menghasilkan pendapatan nasional yang tinggi.
c) Jumlah
Modal yang digunakan, jika suatu negara memiliki modal yang cukup untuk
mengolah sumber daya alam yang tersedia, tentu pendapatan nasional negara
tersebut akan meningkat. Sebaliknya, jika suatu negara kekurangan modal maka
pendapatan nasional negara tersebut tidak optimal.
d) Tingkat
Teknologi yang digunakan, dengan teknologi modern, jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan tentu lebih banyak. Dengan demikian, penggunaan teknologi yang lebih
modern akan meningkatkan perolehan pendapatan nasional.
e) Stabilitas
Keamanan, Stabilitas keamanan yang buruk akan sangat berpengaruh terhadap
pencapaian pendapatan nasional suatu negara.
f) Kebijakan
Pemerintah, sangat berpengaruh terhadap pencapaian pendapatan nasional. Jika
suatu negara memiliki pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan berkualitas maka
pemerintah negara tersebut pasti akan membuat kebijakan-kebijakan yang tepat,
baik kebijakan di bidang politik maupun ekonomi. Kebijakan-kebijakan yang tepat
dan disertai pelaksanaan yang bertanggung jawab tentu akan berpengaruh pada
naiknya pendapatan nasional.
g) Keadaan
Geografis dan Geologis, suatu negara dengan letak geografis dan geologis
tertentu, berisiko mengalami bencana alam yang berulang setiap tahunnya.
Bencana alam seperti gempa bumi, topan, dan banjir, yang terjadi berulang-ulang
akan merusak sarana dan prasarana yang ada. Kerusakan tersebut tentu berdampak
pada berkurangnya pencapaian pendapatan nasional.
h) Konsumsi,
Tabungan dan Investasi, berdasarkan pendekatan pengeluaran khusus, untuk pe
rekonomian tertutup sederhana, yaitu perekonomian yang belum melibatkan
hubungan dengan luar negeri (ekspor dan impor) dan belum melibatkan kegiatan
pemerintah, pendapatan nasional hanya terdiri dari konsumsi (C) dan tabungan
(S). Hal itu berarti, pendapatan nasional yang diterima masyarakat hanya digunakan
untuk komsumsi dan menabung.
3.1.1
Peran APBN bagi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Kebijakan fiskal
adalah salah satu perangkat kebijakan ekonomi makro dan merupakan kebijakan
utama pemerintah yang diimplementasikann melalui APBN.[6]
Kebijakan ini memiliki peran yang penting dan sangat strategis dalam mempengaruhi
perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-target pembangunan nasional.
Peran tersebut terkait dengan tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi
alokasi, fngsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. APBN harus didesain sesuai
dengan fungsi tersebut, dalam upaya mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan fungsi alokasi mengandung arti
bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian; fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; fungsi stabilitas mengandung
arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental ekonomi.
Fungsi alokasi
berkaitan dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam
mengalokasikan sumber daya ekonominya, sedangkan fungsi distribusi berkaitan
dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat. Peran
penting kebijakan fiskal dalam redistribusi dan alokasi anggaran pemerintah
antara lain adalah penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan
rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat dipergunakan untuk
mempengaruhi sektor-sektor ekonomi atau kegiatan tertentu, untuk menyeimbangkan
pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau entargolongan
pendapatan. Peran kebijakan fiskal juga penting dalam menggulangi dampak yang
ditimbukan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial.
Fungsi
stabilisasi berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja
ekonomi, sehingga perekonomian tetap pada kesempatan kesempatan kerja penuh
dengan harga yang stabil. Fungsi stabilisasi yang ditujukan untuk meminimalisir
volatilitas atau fluktuasi dalam perekonomian, merupakan esensi uatama
kebijakan APBN. Dengan peran stabilisasinya, kebijakan fiskal dipandang sebagai
salah satu alat yang efektif untuk memperkecil siklus bisnis. Tabungan
pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dangan tujuan agar mampu
menghilankan ketergantungan terhadap bantun luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan. Prioritas harus diberikan kepada
pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan. Kebijakan anggaran diarahkan
pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam
negeri.
Ada beberapa
alasan yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bergerak lambat walaupaun
stabilitas ekonomi makro sudah tercapai :
a.
Masih tingginya
pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja. Pengangguran yang tinggi
terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill sebagian
terbesar SDM kita. Di lain fihak pasar tenaga kerja juga kurang fleksibel,
artinya, amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya kalau
pasarnya menciut. Biaya pesangon untuk pemutusan hubungan kerja amat tingginya.
Karena hubungan industrial di Indonesia kurang menguntungkan perusahaan maka banyak
bakal investor internasional memilih lokasi Cina dan Vietnam ketimbang
Indonesia.
b.
Lemahnya kegiatan
investasi dan permasalahan fundamental terkait.Lemahnya kegiatan investasi baru
juga oleh karena bagi pengusaha kepastian hukum sejak reformasi telah berkurang.
Pelaksanaan otonomi daerah menambah ketidak pastian. Indonesia sekarang
terkenal sebagai high-cost economy. Salah suatu sumber ekonomi biaya tinggi
adalah kurang memadainya infra-struktur, karena sejak 1998 praktis tidak ada
investasi pemerintah di bidang infra-struktur ini. Sebetulnya masih ada suatu
rintangan fundamental, yakni intermediasi sistim perbankan belum bisa bekerja
secara normal, karena ketatnya prudential rules yang baru dan masih ada trauma
kredit macet.
c.
Pemerintah sendiri
harus memaksimalkan investasi lewat anggaran belanjanya, misalnya untuk
membangun infra-struktur yang tidak menguntungkan bagi investor swasta. Tetapi,
pengelolaan APBN ini masih mengandung permasalahan sendiri, yang juga terkait
dengan prinsip kehati-hatian (prudence).
d.
Tingginya potensi
tekanan inflasi secara struktural. Di level teknis sudah ada kesepakatan antara
Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membawa tingkat inflasi jangka panjang ke
kisaran 3% setahun. Untuk tahun 2005 sasaran BI adalah 6% plus-minus 1%, untuk
tahun 2006 5,5% plus-minus 1% dan untuk tahun 2007 5% plus-minus 1%. Begitu
juga untuk tahun 2008 dan 2009. Pengendalian inflasi masih menghadapi resiko
intern dan ekstern yang cukup besar.
3.2
Dasar Hukum APBN
Dasar hukum
Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN)[7]
:
·
Undang-Undang Dasar
1945 bab VIII Amandemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
·
Undang-Undang no 17
tahun 2003 pasa 15 ayat (6) yang berbunyi “Apabila DPR tidak menyetujui RUU
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara tahun anggaran sebelumnya”.
·
Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Berisi
tentang pengaturan peran DPR dalam prosen dan penetapan APBN.
·
Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang keuangan negara, mengatur peran pemerintah dalam proses
penyusunan APBN.
·
Peraturan Pemerintah
Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga sebagai pengganti PP Nomor 21 tahun 2004 tentang hal yang sama.
3.3 Siklus APBN
Siklus meupakan
suatu tahapan yang berisikan rangkaian kegiatan dan selalu berulang untuk
jangka waktu tertentu. Jadi, siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada
saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan
dengan undang-undang. Letak siklus APBN saling beririsan pada satu tahun
anggaran, misalnya pada tahun anggaran 2012 terdapat sebagian siklus APBN tahun
anggaran 2011 (tahap pemeriksaan dan pertanggungjawaban APBN), sebagian siklus
APBN tahun anggaran 2012 (tahap pelaksanaan), dan sebagian siklus APBN tahun
anggaran 2013 (tahap perencanaan dan penganggarannya).
3.4
Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Undang-undang
nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional membagi
dokumen perencanaan pembangunan nasional berikut. Pertama, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJP), yaitu dokumen perencanaan yang menjabarkan
lebih lanjut dari tujuan pemerintahan negara Indonesia (pembukaan UUD 1945).
RPJP berisi vii, misi, dan arah pembangunan nasional. Dokumen perencanaan ini
mempunyai rentang waktu 20 tahun. Saat ini, RPJP yang berlaku adalah RPJP
2005-2025.
Kedua, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM), yaitu dokumen perencanaan yang
menjabarkan visi, misi, dan program presiden untuk periode 5 tahun yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional Wujud RPJM berupa peraturan
presiden sebagai bentuk legalnya. RPJM berisi strategi
Proses
perencanaan untuk menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) usulan dimulai
sekitar Januari, pada saat presiden memberi arahan dalam berbagai kesempatan
(rapat kerja pemerintah, sidang kabinet paripurna, atau sidang rapat koordinasi
terbatas). Berdasarkan arahan presiden tersebut, mesin perencanaan di
lingkungan pemerintah mulai bergerak, yaitu :
1. Bappenas
akan mengevaluasi target-target kerja RPJM berdasarkan:
a. RKP
perbaikan sebagai hasil pembahasan dengan DPR (APBN t-1) sebagai benchmark.
b. Hasil
evaluasi kebijakan program/kegiatan tahun berjalan dari K/L (APBN t-1) sesuai
arahan presiden dan prioritas pembangunan nasional.
c. Kapasitas
fiskal dari Kementerian Keuangan untuk APBN t+1.
2. Bappenas
menyampaikan surat edaran Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas tentang Penyusunan Inisiatif Baru.
3. K/L
menyampaikan inisiatif baru kepada Bappenas dan kemenkeu c.q DJA dengan
memperhatikan :
a. Arahan
Presiden;
b. Hasil
evaluasi kebijakan berjalan yang diselaraskan dengan arah kebijakan dan
prioritas pembangunan nasional; dan
c. Peningkatan
efektifitas dan efisiensi pendanaan program dan kegiatan, termasuk
mempertimbangkan efisiensi APBN t yang dapat diterapkan untuk APBN t+1.
4. Bappenas
melakukan penyelarasan kapasitas fiskal, baseline,
dan inisiatif baru tahap 1.
5. Sidang
Kabinet tentang Rancangan Awal RKP dan Pagu Indikatif APBN t+1.
6. Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan
menyampaikan Rancangan Awal RKP dan Pagu Indikatif APBN t+1 kepada K/L pada
minggu ketiga Maret.
7. Pelaksanaan
pertemuan tiga pihak (Trilateral Meeting),
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Propinsi, dan penyampaian renja K/L.
8. Musyawarah
Perencanaan pembangunan Nasional (Musrenbangnas)
9. Sidang
Kabinet dalam rangka penetapan Rancangan Akhir RKP untuk APBN t+1.
10. Penetapan
Peraturan Presiden tentang RKP sekitar bulan Mei.
Proses selanjutnya
adalah perencanaan untuk menghasilkan RKP hasil kesepakatan dengan DPR. Proses
pembahasan RKP ini termasuk Pembicaraan Pendahuluan tentng Rancangan APBN.
Penjelasan proses perencanaan pada tahap ini berdasarkan Undang-Undang nomor 27
tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Darah dan dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Peraturan DPR
RI nomor 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib DPR RI.
Rincian tahapan
perencanaan dimulai dari :
1. Pemerintah
menyampaikan Keppres tentang RKP kepada DPR untuk dibahas bersama;
2. Pemerintah
menyampaikan pokok-pokok pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN yang meliputi :
Kerangka Ekonomi Makro (KEM dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (PPKF), Kebijakan
Umum dan prioritas Anggaran K/L, Rincian unit organisasi, fungsi, program dan
kegiatan;
3. Pendangan
fraksi-fraksi atas materi yang disampaikan oleh Pemerintah dalam pokok-pokok
pembicaraan RAPBN;
4. Tanggapan
pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi;
5. Rapat
Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah (Menteri Keuangan dan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas) dan Gubernur Bank Indonesia,
penyampaian (RKP), KEM dan PPKF dalam RAPBN, serta pembentukan Panja dan Tim
Perumus;
6. Rapat
kerja Komisi VII dan XI dengan mitra kerjanya, pembahasan asumsi dasar RAPBN;
7. Rapat
kerja Komisi I-XI dengan mitra kerjanya membahas Rencana Kerja Kementerian
Lembaga dan RKP Kementerian Lembaga (disampaikan secara tertulis kepada Badan
Anggaran untuk disinkronisasi);
8. Rapat
Panja-Panja;
9. Rapat
internal Badan Anggaran DPR, sinkronisasi hasil Panja-Panja;
10. Rapat
kerja komisi dengan mitra kerjanya, menyempurnakan alokasi anggaran menurut
fungsi, program, kegiatan K/L sesuai dengan hasil pembahasan Badan Anggaran;
11. Penyampaian
hasil sinkronisasi oleh komisi dan mitra kerjanya kepada Badan Anggaran dan
Menteri Keuangan untuk bahan penyusunan RUU APBN dan Nota Keuangan;
12. Rapat
Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan
Gubernur Bank Indonesia, penyampaian laporan dan pengesahan hasil Panja-Panja;
13. Penyampaian
laporan hasil pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan Rancangan APBN
di Badan Anggaran.
3.5
Fungsi Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara
APBN merupakan
instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
tahun anggaran berikutnya.
a. Fungsi
otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan
demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat.
b. Fungsi
perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan
telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan
akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka,
pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar
bisa berjalan dengan lancar.
c. Fungsi
pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu
dibenarkan atau tidak. Sebagai contoh digunakannya dana untuk pembangunan dan
perbaikan jalan, jembatan, sekolah serta sarana-sarana lainnya. Proses alokasi
APBN nantinya juga akan memengaruhi struktur produksi dan ketersediaan lapangan
kerja.
d. Fungsi
distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan. Pengeluaran
ini digunakan untuk kepentingan umum yang didistribusikan dalam wujud subsidi,
premi, dan dana pensiun.
e. Fungsi
stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Salah satu
contohnya adalah kebijakan anggaran defisit. Dalam kebijakan ini pos
pengeluaran lebih besar dari pos penerimaan. Dengan kata lain APBN merupakan
acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan yang diharapkan dapat menjaga kestabilan arus uang dan arus
barang, sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi maupun deflasi yang akan
berakibat pada kelesuan ekonomi (resesi).
3.6
Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Prinsip
penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pendapatan :
a. Intensifikasi
penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran
b. Intensifikasi
penagihan dan pemungutan piutang negara, sewa dalam pemakaian barang-barang
milik negara
c. Penutupan
ganti rugi dari kerugian yang diterima oleh negara dan denda yang sudah
dijanjikan
Prinsip
penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pengeluaran negara
a. Hemat,
tidak mewah, efisien, dan sesuai dari kebutuhan teknis yang telah diisyaratkan
b. Terarah,
terkendali sesuai dari rencana program/kegiatan
c. Semaksimal
mungkin dalam penggunaan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan dari
segi kemampuan/potensi nasional.
3.7 Azas Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBN disusun
dengan berdasarkan azas-azas:
a. Kemandirian,
yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
b. Penghematan
atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
c. Penajaman
prioritas pembangunan
d. Menitik
beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara
3.8 Sumber Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
Untuk mebiayai seluruh program
pembangunan yang telah dirumuskan dalam APBN, pemerintah harus mencari sumber
pendapat yang dapat membiayai segala rencana dan program yang telah dibuat
tersebut. Sumber pendapatan pemerintah antara lain berupa penerimaan dari
pungutan pemerintah. Adapun penerimaan dan pungutan pemerintah tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan
Perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua
penerimaan negara yang terdiri atas
Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.[8] Berikut ini, jenis pendapatan pajak :
a. Pendapatan
pajak dalam negeri
1) Pendapatan
pajak penghasilan; yang di dalamnya termasuk pajak penghasilan ditanggung
Pemerintah (PPh DTP) atas :
a) Komoditas
panas bumi
b) Bunga,
imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada
Pemerintah dalam penerbitan dan/atau pembelian kembali/penukaran SBN di pasar
internasional, tetapi tidak termasuk jasa konsultan hukum lokal
c) Penghasilan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bengunan yang diterima atau diperoleh
masyarakat yang terkena bencara. Contoh : rumah penduduk yang terkena lumpur
lapindo
d) Penghasilan
dari penghapusan secara mutlak piutang negara nonpokok yang bersumber dari
penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening
Pembangunan Daerah yang diterima oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
2) Pendapatan
pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah;
3) Pendapatan
pajak bumi dan bangunan;
4) Pendapatan
cukai;
5) Pendapatan
pajak lainnya
b. Pendapatan
pajak perdagangan internasional
1) Pendapatan
bea masuk; yang di dalamnya termasuk fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah
(BM DTP).
2) Pendapatan
bea keluar
2. Penerimaan
Negara Bukan Pajak
Jenis-jenis penerimaan bukan pajak
adalah sebagai berikut.
- Penerimaan
Sumber Daya Alam (SDA), terdiri atas
1) Penerimaan
sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)
2) Penerimaan
sumber daya alam nonminyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)
- Pendapatan
bagian laba BUMN, untuk mengotimalkan pendapatan bagian laba BUMN di
bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di
bidang usaha perbankan dilakukan :
1) Sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas
(PT), BUMN, dan Perbankan;
2) Memperhatikan
prinsip tata kelola perusahaan yang baik; dan
3) Pemerintah
melakukan pengaeasan penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha
perbankan tersebut.
- PNBP
lainnya
- Pendapatan
Badan Layanan Umum (BLU)
3. Penerimaan
Hibah
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan
negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa,
dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu
dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.[9]
3.9
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
keuangan daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal
1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Unsur-unsur yang harus ada dalam
APBD, antara lain sebagai berikut;
a. Rencana
besarnya biaya belanja dan pendapatan.
b. Periodisasi
atau jangka waktu 1 tahun.
c. Disusun
secara sistematis.
d. Disusun
dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan.
3.9.1
Peran
APBD terhadap sektor swasta
Peran APBD terhadap sektor swasta
dapat diwujudkan dalam berbagai hal, salah satunya yaitu kerjasama antara
pemerintah dan swasta pada sektor infrastruktur. Pemerintah dalam menjalankan
peranannya senantiasa berupaya menyediakan barang dan pelayanan yang baik untuk
warganya terutama dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur
merupakan tanggung jawab pemerintah bagi warga negaranya karena infrastruktur
tidak hanya dipandang sebagai public goods tetapi lebih kepada economic goods,
oleh karena itu, pemerintah memiliki
kepentingan untuk membangun infrastruktur yang penting bagi masyarakat. Pembangunan
infrastruktur sendiri dapat dilakukan dengan berbagai pola antara lain:
·
Proyek Pemerintah
Pusat/Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD. Pembangunannya dilaksanakan oleh
BUMN/BUMD/swasta. Sumber dananya bisa melalui: Rupiah murni, atau
Pinjaman/hibah luar negeri (lembaga multilateral/ bilateral/kredit ekspor),
biasanya disertai dengan rupiah pendamping.
·
Proyek BUMN/BUMD, yang
dibiayai oleh anggaran perusahaan sesuai dengan RKAP yang disetujui oleh Meneg
BUMN/Pemda.
·
Proyek Kerjasama
Pemerintah-Swasta (Konsesi), yang dibiayai oleh modal investor swasta, pinjaman
perbankan/pasar modal domestik dan luar negeri. Peran Pemerintah hanya
memberikan dukungan untuk proyek yang kurang menarik minat swasta, tetapi
mempunyai kelayakan ekonomi yang tinggi
3.10
Dasar
Hukum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
- Undang-Undang
nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
- Undang-Undang
nomor 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
- Peraturan
Pemerintah no 58 tahun 2005 tentang Pngelolaan Keuangan Daerah.
- Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
pengelolaan Keuangan Daerah.
- Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2015 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2016.
- Peraturan
daerah tentang penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3.11
Fungsi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
a. Fungsi
Pengawasan, dengan APBD dapat dihindari adanya overspending, underspending, dan
salah sasaran dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan
merupakan prioritas.
b. Fungsi
Alokasi, APBD memuat pendapatan yang dihimpun oleh pemerintah daerah yang
digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah daerah di segala
bidang dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat karena pemerintah daerah lebih mengetahui kebutuhan
serta standar pelayanan masyarakat.
c. Fungsi
Distribusi, APBD yang diperoleh dari berbagai sumber penerimaan oleh pemerintah
daerah, kemudian didistribusikan kembali kepada masyarakat dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain fungsi-fungsi yang telah
disebutkan di atas, APBD sebagaianggaran sektor publik juga memiliki fungsi
sebagai:
a. alat
kebijakan fiskal, artinya APBD digunakan sebagai alat untuk menstabilkan
ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk mengetahui arah
kebijakan fiskal pemerintah sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan
estimasi-estimasi ekonomi;
b. alat
koordinasi dan komunikasi menjadi alat koordinasi antar bagian dalam pemerintah
sebab proses penyusunan anggaran melibatkan setiap unit kerja pemerintah;
c. alat
penilaian kinerja dari eksekutif sebagai budget holder oleh legislatif pemberi
wewenang, kinerja eksekutif dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan
efisiensi anggaran;
d. alat
motivasi untuk bekerja dengan efektif dan efisien dalam mencapai target dan
tujuan organisasi yang telah ditetapkan, target anggaran hendaknya tidak
terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi dan tidak terlalu rendah sehingga
terlalu mudah untuk dicapai;
e. alat
politik menjadi dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan
kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik,
f. alat
menciptakan ruang publik baik masyarakat, LSM, perguruan tinggi,dan berbagai
organisasi kemasyarakatan lainnya yang memungkinkan untuk terlibat dalam proses
penganggaran.
3.12
Tujuan
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Berikut ini tujuan penyusunan APBD,
yaitu:
a.
Membantu pemerintah
daerah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antarbagian dalam lingkungan
pemerintah daerah
b.
Membantu menciptakan
efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan
c.
Memungkinkan pemerintah
daerah untuk memenuhi prioritas belanja
d.
Meningkatkan
transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada DPRD dan
masyarakat luas.
Setiap tahun pemerintah daerah menyusun
APBD. Secara umum tujuan penyusunan APBD adalah sebagai pedoman pengeluaran dan
penerimaan daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya peningkatan produksi,
peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada
akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur,
baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta untuk
mengatur pembelanjaan daerah dan penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan
dan pertumbuhan ekonomi daerah secara merata.
3.13
Prinsip
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBD) didasarkan prinsip sebagai berikut:[10]
a.
Sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah;
b.
Tertib, taat pada
ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan dan manfaat untuk
masyarakat;
c.
Tepat waktu, sesuai
dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
d.
Transparan, untuk
memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang APBD;
e.
Partisipatif, dengan
melibatkan masyarakat; dan
f.
Tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan
peraturan daerah lainnya.
3.14
Sumber
Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
a. Pendapatan
Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana
lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh Daerah.
1) Pendapatan
Asli Daerah
a) Pajak
Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaran pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.[11]
(1) Pajak
Provinsi terdiri atas:
(a) Pajak
Kendaraan Bermotor;
(b) Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
(c) Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
(d) Pajak
Air Permukaan; dan
(e) Pajak
Rokok.
(2) Jenis
Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
(a) Pajak
Hotel;
(b) Pajak
Restoran;
(c) Pajak
Hiburan;
(d) Pajak
Reklame;
(e) Pajak
Penerangan Jalan;
(f) Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
(g) Pajak
Parkir;
(h) Pajak
Air Tanah;
(i) Pajak
Sarang Burung Walet;
(j) Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
(k) Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
b) Retribusi
menurut adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda).
(1) Retribusi
Perizinan Tertentu (Service Fees) seperti penerbitan surat izin (pernikahan,
bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yang diterapkan oleh
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan. Pemberlakuan biaya/tarif kepada
masyarakat atas sesuatu yang diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional. Contoh
retribusi perizinan:
(a) Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan;
(b) Retribusi
Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
(c) Retribusi
Izin Gangguan;
(d) Retribusi
Izin Trayek; dan
(e) Retribusi
Izin Usaha Perikanan.
(2) Retribusi
Jasa Umum (Public Prices) adalah penerimaan pemerintahdaerah atas hasil
penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan
di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik
untuk memberikan tarif atas fasilita shiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya
diatur pada tingkat kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu
merupakan cara yang palingefisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan
akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah. Contoh
Retribusi Jasa Umum:
(a) Retribusi
Pelayanan Kesehatan;
(b) Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
(c) Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
(d) Retribusi
Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
(e) Retribusi
Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
(f) Retribusi
Pelayanan Pasar;
(g) Retribusi
Pengujian Kendaraan Bermotor;
(h) Retribusi
Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
(i) Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Peta;
(j) Retribusi
Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
(k) Retribusi
Pengolahan Limbah Cair;
(l) Retribusi
Pelayanan Tera/Tera Ulang;
(m) Retribusi
Pelayanan Pendidikan; dan
(n) Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi
(3) Retribusi
Jasa Usaha (Specific Benefit Charges) secara teori, merupakan cara untuk
memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras seperti pajak bahan
bakar minyak atau pajak Bumi, dan Bangunan
(a) Property
Taxes (Pajak Bumi, dan Bangunan) Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang
penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan
negara berkembang akan mampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan
dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan
bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan),
sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan
yang lebih elastis.
(b) Excise
Taxes (pajak cukai) Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber
penerimaan daerah, terutama pada alasan administrasi, dan efisiensi. Terutama
cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih
lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari
perspektif administrative berupa pajak bahan bakar, dan pajak otomotif. Pajak
bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal seperti
kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada
prinsipnya dapat melayani fungsi pajak, didasarkan pada fitur umur dan ukuran
mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan
kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah
polusi, dan kemacetan), catatan tentang sopir (20 persen dari driver
bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan), terutama bobot roda kendaraan
(berat kendaraan yang pesat lebih banyak menyebabkan kerusakan jalan, dan
memerlukan biaya yang lebih mahal untuk memperbaiki).
(c) Personal
Income Taxes (Pajak Penghasilan), diantara beberapa negara di mana pemerintah
subnasional memiliki peran pengeluaran yang besar, pajak pendapatan daerah ini
pada dasarnya dikenakan pada sebuah flat, tingkat daerah didirikan pada basis
pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah
pusat. Contoh Retribusi Jasa Usaha:
·
Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah;
·
Retribusi Pasar Grosir
dan/atau Pertokoan;
·
Retribusi Tempat
Pelelangan;
·
Retribusi Terminal;
·
Retribusi Tempat Khusus
Parkir;
·
Retribusi Tempat
Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
·
Retribusi Rumah Potong
Hewan;
·
Retribusi Pelayanan
Kepelabuhanan;
·
Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga;
·
Retribusi Penyeberangan
di Air; dan
·
Retribusi Penjualan
Produksi Usaha Daerah.
c) hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
2) Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang Sah yang meliputi:
a) hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
b) hasil
pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
c) jasa
giro
d) pendapatan
bunga
e) tuntutan
ganti rugi
f) keuntungan
selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan,
ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang
dan/atau jasa oleh daerah
b. Penerimaan
dari Pusat
Pendapatan daerah juga dapat diperoleh
melalui pemerintah pusat, yaitu dari dana perimbangan dan dana otonomi khusus.
1)
Dana perimbangan
terdiri dari dana bagi hasil, dan alokasi umum dan dana alokasi khusus.
a) Dana
Bagi Hasil
Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan
sumber daya alam. Dana bagi hasil yang berasal dari pajak terdiri pajak bumi
dan bangunan, bea perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan pajak
penghasilan (PPh) pasal 25 dan 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri serta
PPh pasal 21. Dana bagi hasil bersumber dari sumber daya alam yang berasal dari
kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan
gas alam, dan pertambangan panas bumi. Agar pembagian dan penyaluran DBH PPh
pasal 21 dan PPh pasal 25/29 WPOPDN bagian pemerintah daerah tidak mengalami
keterlambatan, saat ini sedang dirancang konsep pembagian dan penyaluran DBH
PPh seperti halnya penyaluran DBH PBB dan BPHTB bagian pemerintah daerah yang
selama ini dianggap berhasil melalui Bank Operasional.
Rancangan pembagian dan pencairan/penyaluran
DBH PPh dengan model atau mekanisme pencairan/penyaluran secara bulanan
berdasarkan realisasi pada bulan berkenaan. Penerimaan atau setoran PPh akan
ditampung dalam satu rekening pada Bank Operasional masing-masing KPPN. Untuk
DBH PPh pasal 21 yang bersifat free restitution dapat langsung dibagikan kepada
daerah di akhir bulan. Khusus DBH PPh pasal 25/29 WPOPDN, karena masih ada
kemungkinan terjadinya restitusi kepada wajib pajak maka saldo rekening Bank
Operasional sebagai nilai nominal bagian daerah yang dapat langsung dibagikan
kepada daerah penerima DBH sekaligus pembagian porsi pusat.
b) Dana
Alokasi Umum (DAU)
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan
sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri bersih yang ditetapkan
dalam APBN. Proorsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan
berdasarkan kewenangan antara provinsi dan kabupaten /kota. Ketentuan lebih
lanjut mengenai DAU diatur dalam peraturan pemerintah.
DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam
rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Pengaturan penggunaan DAU sepenuhnya
menjadi kewenangan daerah.
c) Dana
Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus yaitu dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk mendanai kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas
nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Ketetapan lebih
lanjut mengenai DAK diatur dalam peraturan pemerintah.
2)
Dana Otonomi Khusus
Dana otonomi khusus adalah dana yang
dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, seperti
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh, dan penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih
kecil dari tahun anggaran sebelumnya, serta untuk membantu daerah dalam
melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat. Alokasi Dana Otonomi Khusus dihitung
atas dasar persentase yang besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional
yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap
tahunnya.
c. Lain-lain
pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain
pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang,
dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam
negeri atau luar negeri yang tidak mengikat
3.15
Cara
yang dapat dilakukan untuk menekan pemborosan APBD dan APBN (Menghemat Anggaran
APBD dan APBN)
Untuk menghemat anggaran maka para
aparatur pemerintah diharapkan untuk menggunakan dana seefisien mungkin. Salah
satu cara berhemat yang dapat dilakukan kementerian yaitu dengan mengurangi
pertemuan-pertemuan di luar kantor atau kota. Selain itu setiap aparatur negara
harus didorong untuk menyetop pemborosan dan melakukan penghematan di
lingkungan masing-masing, mulai dari penghematan terhadap penggunaan sarana dan
prasarana kerja, penghematan belanja barang dan belanja jasa, serta penghematan
melalui pemanfaatan makanan dan buah-buahan produksi dalam negeri. Seluruh
aparatur negara diinstruksikan untuk melakukan penghematan, mulai dari
penggunaan listrik, perjalanan dinas, penggunaan produksi lokal, hingga
kesederhanaan hidup. Mengenai anggaran belanja barang dan belanja pegawai,
penghematan dilakukan dengan cara membatasi perjalanan dinas, membatasi
kegiatan rapat di luar kantor dengan memaksimalkan penggunaan ruang rapat
kantor, membatasi pengadaan barang atau jasa baru sesuai dengan kebutuhan, dan
mendayagunakan fasilitas kantor atau memanfaatkan fasilitas kantor instansi
lain.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Anggapan
Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. Penyusunan APBN dan APBD melalui proses dan
tahapan tertentu. Proses dan tahapannya yaitu proses penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP), dilanjutkan dengan kordinasi antara pemerintah dengan DPR/DPRD
untuk menyepakati Rencana Kerja Pemerintah (RKP, Penyampaian hasil sinkronisasi
oleh komisi dan mitra kerjanya kepada Badan Anggaran dan Menteri Keuangan untuk
bahan penyusunan RUU APBN dan Nota Keuangan; Rapat Kerja Badan Anggaran dengan
Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia,
penyampaian laporan dan pengesahan hasil Panja-Panja; Penyampaian laporan hasil
pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan Rancangan APBN di Badan
Anggaran. Penyusunan anggaran belanja pusat maupun daerah dibuat seefektif dan
seefisien mungkin untuk kesejahteraan masyarakat.
4.2
Saran
a) Pemerintah
perlu mempertimbangkan secara lebih matang dalam menyusun Anggapan Belanja
b) Penyusunan
Anggaran Belanja harus dibuat setransparan mungkin untuk menghindari
penyelundupan dana
c) Perencanaan
harus memperhatikan penyusunan Anggaran Belanja dari segi ekonomi maupun sosial
d) Dalam
penyusunan Anggaran Belanja pemerintah harus melibatkan masyarakat
DAFTAR
PUSTAKA
Astuti,
Dita. 2012. Makalah Tentang APBN. (Online).
Deddi.,
Putra, Iswahyudi Sondi, dkk. 2007. Akuntansi
Pemerintah. Salemba Empat: Jakarta.
Drs. Purwiyanto MA, dkk. 2013. Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di
Indonesia. Jakarta Pusat : Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Halim,
Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah.
Yogyakarta: Salemba Empat
Peraturan
Menteri dalam negeri Republik Indoneia Nomor 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.
Rieka,
Adjie. 2012. Karya Ilmiah Tentang APBN dan APBD. (Online),
Sadono
dan Sukirno. 2000. Pengantar Teori
Mikroekonomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 12 Ayat (2) Tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undnag-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.
[1] Undang-Undang nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, hal 3.
[2] Undang-Undang nomor 58 tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, hal 3
[3] Drs. Purwiyanto MA, dkk, 2013, Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di
Indonesia, Jakarta Pusat : Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Hal 6
[4] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Keuangan Negara
[5] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2002 Pasal 26 tentang Keuangan Negara
[6] Drs. Purwiyanto MA, dkk, 2013, Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di
Indonesia, Jakarta Pusat : Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Hal 7
[7] Drs. Purwiyanto MA, dkk, 2013,
Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia, Jakarta Pusat : Kementerian
Keuangan Republik Indonesia. Hal 10-11.
[8] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2016, hal 3.
[9] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2016, hal 3.
[10] Permendagri no 52 tahun 2015
Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2016.
Komentar
Posting Komentar